Al-Ghazali


KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat imen dan nikmat islam yang telah menciptakan langit dan bumi dengan penuh keindahan seperti yang kita rasakan sekarang ini yang semua ini tidaklah bermakna kecuali bagi orang yang berilmu dan beramal. Dan atas izin-Nya juga saya dapat menyelesaikan mekalah ini yang berjudul “AL-GHAZALI”.
Selawat dan salam kita persembahkan kepada pahlawan revolusi umat islam yaitu nabi besar Muhammad SAW serta keluarga beliau sekalian karena dengan perjuangan beliaulah kiata dapat merasakan nikmatnya kehidupoan yang penuh dengan kedamaian dan ilmu pengetahuan.
Dalam menyusun makalah ini saya banyak mengalami hambatan dan kesulitan, namun makalah ini dapat terselesaikan untuk itu perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyakkekurangan, maka dengan penuh keikhlasan saya menerima kritikan dan saran yang sekiranya dapat saya jadikan sebagi masukan untuk perbaikan makalah saya selanjutnya.
Akhirnya kepada Allah SWT saya memohon ampunan dan kepada pembaca saya mohon maaf atas segala kekurangan. Walaupun demikian harapan saya semoga makalah ini bermanfaat bagi semua, khusunya saya sendiri.


                                                                        Langsa, 16 Mei 2013

                                                                                    Penulis




BAB I

PENDAHULUAN

Al-Ghazali merupakan orang yang pertama yang mendalami filsafat dan sanggup mengeritiknya, hal ini belum pernah dilakukan filosof lain sebelumnya. Menurut al-Ghazali, para filosof memiliki banyak kesalahan dalam lapangan ketuhanan (metafisika). Mereka tidak bisa melakukan penelitian pada rana ketuhanan sebagaimana yang mereka terapkan terhadap tataran lapangan logika, sehingga menyebabkan banyak kesalahan yang ketika dikonfirmasikan dengan pemahaman agama sangat bertentangan. Hal itu membawa kepada hal-hal yang bertentangan langsung dengan agama, bahkan ingin menyingkirkan pengaruh agama sehingga terangkumlah sebuah kesimpulan bahwa nilai-nilai filsafatlah yang tertinggi sementara nilai-nilai agama adalah lebih rendah.
Al-Ghazali dalam mengkritik pendapat para filosof, adalah dengan menyusun sebuah kitab yang berjudulTahafut al-Falasifah. Dalam buku ini, al-Ghazali memberikan kritik terhadap dua puluh permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah: Alam qadim (tidak bermula), Alam kekal (tidak berakhir), Tuhan tidak mempunyai sifat, Tuhan tidak dapat diberi sifat al-Jins (jenis) dan al-Fasl (diferensial), Tuhan tidak mempunyai Mahiyyah (hakekat), Tuhan tidak mengetahui Juz’iyyat(perincian yang ada di alam), Planet-planet adalah bintang-bintang yang bergerak dengan kemauan, Jiwa-jiwa planet mengetahuiJuz’iyyat, Hukum tidak berubah, Jiwa manusia adalah substansial yang berdiri sendiri, bukan tubuh dan bukan pula ‘arad (accident), Mustahilnya jiwa hancur, Tidak adanya kebangkitan jasmani, Adanya tujuan bagi gerak planet. Begitupula tentang Ketidak sanggupan mereka (filosof) membuktikan :Tuhan adalah pencipta alam dan alam adalah ciptaan Tuhan, Adanya Tuhan, Mustahilnya ada dua Tuhan, Tuhan bukanlah tubuh, Tuhan mengetahui  esensinya, Tuhan mengetahui wujud lain, Alam yang qadim mempunyai pencipta.



BAB II

PEMBAHASAN

A.     Riwayat Hidup Al Ghazali

Abu Hamid Muhammad ibn Ahmad Al Ghazali At-Thusi. Dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di Ghazal, Thus, Provinsi Khurasan, Republik Islam Iran. Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.
Karya-karya yang paling besar pengaruhnya terhadap pemikiran umat Islam :
1.      Ihya Ulum ad-Din,
2.      Al Iqtishad fil I’tiqad
3.      Maqasidul Falasifah
4.      Tahafutul Falasifah
5.      Al Munqidz Minad Dzalal
6.      Mizan al Amal (akhlaq)

B.     Sanggahan Al Ghazali terhadap para Filusuf

Dalam bukunya Al Munqiz minad Dhalal, al Ghazali mengelompokkan filsuf menjadi tiga golongan :
a.       Filosof Materealis (Dahriyyun) yaitu para filosof yang menyangkal adanya Tuhan. Sementara itu kosmos ini ada dengan sendirinya.
b.      Filosof Naturalis (Thabi’iyun) yaitu filosof yang melakukan penelitian di alam ini. Mereka menyaksikan keajaiban2 alam dan memaksa mereka untuk mengakui adanya maha pencipta di Alam ini. Kendati demikian mereka tetap ingkar terhadap Allah dan RasulNya dan hari Berbangkit. Mereka tidak mengenal pahala dan dosa sebab mereka hanya memuaskan nafsu seperti hewan.
c.       Filosof ketuhanan (ilahiyyun).Mereka adalah filosof Yunani, seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Aristoteles telah menyanggah pemikiran filosof sebelumnya (Materealisme dan Naturalisme) namun ia sendiri tidak dapat membebaskan diri dari sisa-sisa kekafiran dan keheredoksian. Oleh karna itu ia sendiri (Aristoteles) termasuk orang kafir begitu juga Al Farabi dan Ibnu Sina yang menyebarluaskan­ pemikiran ini di dunia Islam.
Menurut al Ghazali filsafat Aristoteles yang disebarluaskan oleh al Farabi dan ibn Sina terbagi menjadi 3 bagian :
1.      Filsafatnya yang tidak perlu disangkal, dalam arti dapat diterima.
2.      Filsafatnya yang harus dipandang bid’ah (heteredoksi)
3.       Filsafatnya yang harus dipandang kafir[1].
Dua puluh masalah dalam Tahafut al Falasifah (The Incoherence of the Philosopher):
1.      Sanggahan terhadap teori keabadian (abadiyah) Alam, masa dan ruang.
Disini al-Ghazzali menyanggah teori emanasi Ibnu Sina. Bagi al-Ghazali Alam adalah sesuatu yang baru (hudust) dan bermula dan yang qodim hanyalah satu yaitu Allah.
2.      Sanggahan terhadap teori keabadian (abadiyah) Alam, masa dan ruang.
Bagi filsuf benda (materi) itu abadi (mungkin sama dengan keabadian energy dalam fisika). al-Ghazzali membantah keniscayaan tersebut, baginya jika Allah berkehendak untuk menghancurkan Alam dan meniadakannya (I’dam) maka hancurlah Alam ini dan tiada pulalah ia.
3.      Kerancuan para filsuf dalam menjelaskan bahwa Tuhan adalah pencipta alam dan alam adalah ciptaannya, dan keterangan bahawa hal tersebut adalah majaz (perumpamaan) dan bukan hakikatnya.
Disini kritik al-Ghazzali lebih pada pendapat filsuf yang mengatakan bahwa Allah tidak bersifat. Dan jika Allah adalah pencipta seperti apa yang kita ketahui selama ini, maka pencipta haruslah berkehendak terlebih (murid) dahulu, yang memilih (mukhtar), dan mengetahui dengan apa yang dikehendakinya. Sehingga Tuhan menjadi Fâil (Pelaku) akan apa yang dikehendakiNya. Dan bagi para Filsuf Tuhan tiadalah dzat yang berkehendak (murid) karena kehendak adalah sifat sedangkan Tuhan adalah dzat yang suci dari segala sifat. Dan sesuatu yang timbul dari-Nya adalah sesuatu konsekwensi yang mesti (luzum dlaruri).
4.      Ketidakmampuan Filsuf untuk membuktikan ada(wujud)nya pencipta alam.
Disini al-Ghazzali mempertanyakan tesa yang menyatakan bahwa Alam qodim, tapi ia diciptakan. Dan bagi al-Ghazzali ini adalah perpaduan pendapat antara ahlu al-haq yang menyatakan alam adalah hadist, dan yang hadist pasti ada penciptanya dan kaum Atheis (Dahriyah) yang menyatakan bahwa Alam adalah qodim maka ia tidak membutuhkan pencipta. Bagi al-Ghazzali pendapat para filsuf tersebut secara otomatis batal.
5.      Kelemahan para filsuf dalam mengemukakan dalil (rasional) bahwa Tuhan adalah satu dan kemustahilan adanya dua Tuhan, wajib al-wujud, yang masing-masing tiada illah (sebab).
6.      Sanggahan tentang tiadanya sifat bagi Tuhan.
Al-Ghazzali menolak argument dan menyatakan kelemahan pendapat para filsuf tentang ketiadaan sifat Tuhan. Bagi al-Ghazzali hal ini ditolak karena sifat adalah hal yang niscaya ada pada dzat tapi bukan berarti ia menjadi sesuatu yang lain dari dzat.
7.      Sanggahan terhadap teori bahwa dzat Tuhan mustahil didefinisikan.
Para Filsuf berpendapat definisi itu mengandung dua aspek; jins (genus) dan fashl (diferensia), dan Tuhan adalah dzat yang tidak mungkin ber-musyarakah dalam jins dan ia tidak dibagi dalam fashl. Keduanya adalah komposisi dan Tuhan mustahil berkomposisi.
Bagi al-Ghazzali bisa saja komposisi bagian-bagian itu terjadi dari segi definitive. Hal ini karena al-Ghazzali menerima adanya sifat-sifat bagi Tuhan.
8.      Batalnya pendapat Filsuf: Wujud Tuhan sederhana, maksudnya wujud Tuhan adalah wujud yang murni, bukan mahiyah(hakikat sesuatu-al-kautsar) dan bukan hakikat yang wujud Tuhan disandarkan padanya. Tapi wujud al-wajib seprti mahiyah bagi yang lainnya.
Al-Ghazli mempertanyakan segala metode yang dipakai dalam menelurkan pemikiran tersebut dan menganggapnya sebagisuatu kesalahan para filsuf.
9.      Ketidakmampuan filsuf untuk membuktikan, dengan argumen rasional bahwa Tuhan bukan tubuh (jism).
Hal ini berangkat dari adanya tubuh eternal (jism qodim) yang diterima oleh kalangan Filsuf. Hal ini bagi al-Ghazali adalh hal yang rancu karena jism adalah hadist karena ia tersusun dari diferensia (fashl-fashl).
10.  Ketidakmampuan Filsuf untuk membuktikan , melalui dalil rasional, adanya sebab atau pencipta alam.
Hal ini bagi al-Ghazzali masih berupa kerancuan para Filsuf yang mempertahankan pendapat tentang ke qodim an Alam tapi ia diciptakan. Menurut al-Ghazzali mengapa mereka tidak berkata seperti kaum Atheis saja yang mengatakan Alam itu qodim dan tiada memerlukan pencipta, karena suatu sebab hanya diperlukan bagi hal yang bermula di dalam waktu (hadist).
11.  Kelemahan pendapat para filsuf yang mengatakan bahwa Tuhan mengetahui yang lainnya dan bahwa Dia mengetahui Species (al-anwa) dan Genera (jins) secara universal (bi naui kulliat).
Al-Ghazali memberikan sanggahan bahwa Tuhan menciptakan alam dengan Kehendaknya, maka alam menjadi objek kehendak, sangat mustahil objek kehendak tidak diketahui oleh yang berkehendak.
12.  Ketidakmampuan para filsuf untuk membuktikan bahwa Tuhan juga mengetahui Dirinya sendiri.
Sanggahan yang diberikan oleh al-Ghazali adalah apabila sesuatu yang beremanasi dari Tuhan mengetahui dirinya sendiri bagaimana mungkin Tuhan sebagai asal emanasi tidak mengetahui diri-Nya sendiri, karena Tuhan menyadari akan adanya emanasi tersebut, sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
13.  Gugurnya pendapat para Filsuf bahwa Tuhan tidak mengetahui Partikularia-partikularia yang dapat dibagi-bagi sesuai dengan pembagian waktu ke dalam telah, sedang dan akan.
Tak sesuatupun yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya, tetapi pengetahuan-Nya tentang hal tersebut tetap sama, baik sebelum terjadinya suatu perubahan, sedang terjadi maupun setelah terjadinya. Inilah argumen al-Ghazali mengenai hal itu.
Ditambahkan oleh al-Ghazali bahwa pendapat para filsuf mengenai hal ini bertentangan dengan pendapat mereka sebelumnya yang mengatakan bahwa alam qadim, sesuatu yang qadim tidak dapat berubah. Mengapa ia berubah? Maka para filsuf harus mengubah pendapatnya mengenai keqadiman alam.
14.  Ketidakmampuan para filsuf untuk membuktikan bahwa langit adalah makhluk hidup (hayawan), dan mematuhi Tuhan melalui geraknya.
Mengenai ungkapan ini, al-Ghazali menyatakan bahwa langit bukanlah makhluk hidup, karena Gerakan langit adalah gerakan paksaan dan kehendak tuhan sebagai prinsipnya.
15.  Sanggahan terhadap yang filsuf sebut tujuan yang menggerakkan langit.
Sanggahan yang diberikan oleh al-Ghazali seperti yang diungkapkannya pada persoalan sebelumnya (14). Ia menambahkan, bahwa gerakan langit tidak menunjukkan bahwa mereka (langit) bertujuan untuk mendekati kesempurnaan dalam artian kesempurnaan Tuhan, karena tidak ada bedanya antara posisi mereka di suatu tempat dan ditempat yang lain yang menunjukkan kesempurnaan. Semuanya hanya perpindahan posisi saja.
16.  Kelemahan teori para filsuf bahwa jiwa-jiwa langit mengetahui semua partikularia-partikularia yang bermula (al-juziyyat al-haditsah) didalam alam ini.
Persoalan ini bermula ketika para filsuf mengatakan bahwa malaikat langit adalah jiwa-jiwa langit, yang menjadi perantara Tuhan dalam mengisi al-lawh al mahfudl. Sanggahan yang diungkapkan oleh al-Ghazali kemudian adalah bagaimana mungkin sebuah makhluk dapat mempunyai pengetahuan tentang partikularia-partikularia (juz’iyyat) yang tak terbatas.
Ditambahkan oleh al-Ghazali hal yang paling kacau adalah pernyataan para filsuf bahwa apabila falak mempunyai gerakan-gerakan partikular, maka ia juga mempunyai representasi subordinat-subordinat dan konsekuensi-konsekuensi dari gerakan partikular itu.
17.  Sanggahan terhadap para Filsuf akan kemustahilan Perpisahan dari sebab alami peristiwa-peristiwa.
Menurut al-Ghazali, hubungan yang dipercaya sebagai sebab dan akibat adalah tidak wajib. Semua hubungan sebab dan akibat terjadi karena memang Tuhan telah menciptakannya demikian adanya. Seperti, Dia kuasa menciptakan kekenyangan tanpa makan, seperti contoh ketika Ibrahim tidak terbakar api. Hal itu tidak mungkin terjadi kecuali meniadakan panas dari api atau Tuhan telah menciptakan suatu sifat tertentu yang dapat mencegah timbulnya sebuah akibat dari suatu sebab.
18.  Tentang ketidakmampuan para Filsuf untuk memberikan demonstrasi rasional tentang teori mereka bahwa jiwa manusia adalah Substansi spiritual yang ada dengan sendirinya;
Menurut al-Ghazali yang menjadi kesalahan para filsuf adalah pemahaman mereka tentang pengetahuan yang akan terbagi oleh pembagian substratumnya. Seperti contoh persepsi indrawi (pengetahuan inderawi) sebagai tampilan atas apa yang dipersepsi dalam jiwa orang yang melakukan persepsi dimana jiwa tetap membutuhkan organ-organ badan sebagai penginderanya.
19.  Kelemahan tesis para filsuf bahwa setelah terwujud jiwa manusia tidak dapat hancur; dan bahwa watak keabadiannya mambuatnya mustahil bagi kita untuk membayangkan kehancurannya.
Al-Ghazzali memberikan sanggahan mengenai hal ini dalam dua segi ;
·         Pertama, dalam persoalan yang ke 18 telah disebutkan oleh para filsuf bahwa jiwa tidak terdapat dalam tubuh, hal ini telah terbantahkan.
·         Kedua, meskipun mereka tidaka menganggap bahwa jiwa ada dalam tubuh akan tetapi terbukti ada suatu hubungan antara jiwa dengan tubuh, sehingga suatu jiwa bergantung pada wujudnya tubuh. Hubungan antara jiwa dan tubuh suatu syarat bagi eksistensi jiwa.
20.  Sanggahan terhadap penolakan para Filsuf akan kebangkitan tubuh-tubuh.
Menurut al-Ghazzali, agama telah mengajarkan kita untuk mempercayai kebangkitan kembali (ba’ts wa nusyur) yang akan dibarengi dengan kemunculan kembali kehidupan dan dengan kebangkitan dimaksudkan kembali kebangkitan tubuh-tubuh, dan ini mungkin dengan mengembalikan jiwa kedalam tubuh, karena jiwalah yang membentuk diri kita ini meskipun tubuh selalu mengalami perubahan.
Tiga dari 20 masalah di atas menurut al Ghazali yang membuat filosof menjadi kafir :
1.      Alam dan semua substansi qadim;
2.      Allah tidak mengetahui yang juz’iyyat (perincian) yang terjadi di alam;
3.      Pembangkitan jasmani tidak ada;

1.      Masalah Keqadiman Alam

a.       Mustahil timbulnya yang baharu dari yang qadim.
Sanggahan al Ghazali, menurutnya tidak ada halangan apapun bagi Allah menciptakan alam sejak Azali dengan iradahNya yang qadim pada waktu diadakanNya.
b.      Keterdahuluan wujud Allah dari alam hanya dari segi esensi (taqaddum zaty), sedangkan dari segi zaman (taqaddum zamany) keduanya adalah sama.
Menurut al Ghazali, memang wujud Allah lebih dahulu dari alam dan zaman. Zaman baharu dan diciptakan. Zaman ada setelah adanya alam sebab zaman adalah ukuran waktu yang terjadi di alam.
c.       Alam sebelum wujudnya merupakan sesuatu yang mungkin. Kemungkinan ini tidak ada awalnya, dengan arti selalu abadi.
Al Ghazali menjawab, menurutnya alam ini senantiasa mungkin terjadinya, dan setiap saat dapat digambarkan terjadinya. Jika dikatakan alam ini ada selama-lamanya (qadim) tentu ia tidak baharu. Kenyataan ini jelas bertentangan dengan kenyataan dan tidak serasi dengan teori kemungkinan.
Implikasi paham ini akan membawa pada :
1)      Paham syirik karena banyak yang qadim
2)       Paham atheisme, alam yang qadim tidak ada pencipta.
Menurut al Ghazali alam ini diciptakan dari tiada menjadi ada (al ijad min al adam, creatio ex nihilo)

2.      Tuhan Tidak Mengetahui yang Juz’iyyat

Menurut Al Ghazali, bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dengan ilmuNya yang satu (esa) semenjak azali tidak berubah meskipun alam yang diketahuiNya mengalami perubahan. Untuk menguatkan argumennya al Ghazali mengemukakan ayat-ayat al Qur’an yakni QS Yunus :61, QS Al Hujurat : 16

3.      Kebangkitan jasmani di akhirat

Menurut filosof sebelumnya yang akan dibangkitkan di akhirat hanya rohani saja, sedangkan jasmani akan hancur, yang merasakan kebahagiaan dan kepedihan hanya rohani saja, gambaran agama berupa surga dan neraka, semua itu pada dasarnya hanya alegori atau simbol untuk memudahkan pemahaman orang awam, padahal di akhirat terlalu suci dari apa yang digambarkan oleh orang awam.
Al Ghazali menyanggah pendapat filosof muslim dengan berpegang arti tekstual ayat al Qur’an. Firman Allah Ta’ala yang artinya “tidak seorang pun yang mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka (bermacam-macam­ nikmat) yang menyedapkan pandangan mata.” Kebangkitan jasmani secara eksplisit telah dijelaskan syara’, baik ke tubuh semula maupun ke tubuh yang lain, atau tubuh yang baru dijadikan.
Pada dasarnya yang mereka pertentangkan hanyalah pertentangan interpresentasi­ tentang dasar-dasar ajaran Islam, yakni bentuk kebangkitan di akhirat, bukan pertentangan dasar-dasar Islam itu sendiri, yakni kebangkitan di akhirat.[2]

C.    Hukum Sebab Akibat (kausalitas) dan Mukjizat.

Sikap al Ghazali didasari konsep bahwa Allah Pencipta segala sesuatu termasuk peristiwa yang di luar kebiasaan (khariqul adah). Pada sisi lain untuk mencegah anggapan kaum muslimin bahwa yang terjadi di alam ini akibat kekuatan kebendaan semata, padahal ada sebab lain dibalik kebendaan itu yakni sebab hakiki, yakni Allah Ta’ala.
Menurut al Ghazali hubungan sebab akibat tidak bersifat dharury (kepastian), dalam pengertian keduanya tidak merupakan hubungan yang mesti berlaku, tetapi keduanya masing-masing mempunyai individualitasn­ya sendiri.
Contoh dalam mukjizat nabi Ibrahim, menurut mereka hal itu tidak mungkin kecuali dengan menghilangkan sifat membakar dari api atau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu materi yang tidak bisa terbakar.
Menurut pandangan al Ghazali bahwa api itu tidak membakar nabi Ibrahim karena memang api bukan pembuat terbakar. Akan tetapi hal itu adalah perbuatan Allah dengan iradahNya, baik api berubah sifat maupun Nabi Ibrahim berubah materinya menjadi materi lain sehingga ia menjadi tidak terbakar oleh api, begitu pula dalam kasus khariqul adah yang lainnya.

D.    Kritik Al Ghazali terhadap Emanasionisme Para Filosof Muslim

Menurut para Filosof, alam semesta diciptakan oleh Allah secara emanasi (pancaran) semenjak qidam dan azali. Sebagai Khaliqul Alam, Allah mencipta semenjak wujud dan antara ia dan ciptaanNya tidak diantarai oleh zaman.
Menurut analsis Al Ghazali, sekiranya alam melimpah (terpancar) dari Allah sebagai suatu keniscayaan, misalnya melimpahnya sinar dari matahari, alam ini akan kadim serupa kadimnya dengan Allah. Paham ini sama dengan paham panteisme.
Kritikan Al Ghazali erat hubungannya dengan pemahamannya sebagai tokoh Al-Asy’ariyah. Secara pasti tidak mungkin menerima paham emanasi ini yang berdasar pemikiran rasional terhadap paham keagamaan, sedangkan ia sendiri bertolak dari kekuasaan kehendak mutlak Allah.

E.     Perkembangan Filsafat di Masyriq (dunia timur) setelah Al Ghazali

Hukum kafir dalam Islam merupakan hukuman yang berat bagi yang bersangkutan (para Filosof Muslim) berdasarkan hukum Islam harus dihukum mati. Pukulan telak ini menurut Nur Cholis Majid hampir sempurna sehingga orang takut berfilsafat dan dikuatirkan dihukum kafir pula.Memang para penulis hukum filsafat mengklaim bahwa kemacetan perkembangan filsafat di dunia Islam akibat serangan Al Ghazali. Namun, jika kita teliti kemacetan perkembangan Filsafat Islam sunni tidak bisa dibebankan kepada Al Ghazali saja, tetapi hal ini erat kaitannya dengan situasi politik yang tidak kondusif di dunia Islam.
Menurut Harun Nasution diantara sebab kemunduran Filsafat di dunia Islam Timur yakni golongan Sunni terletak pada ajaran tarekat tasawwuf yang hanya mengutamakan daya rasa yang berpusat di kalbu, meninggalkan daya nalar akal. Lain halnya dengan Filsafat Islam dunia Timur paham Syi’ah, perkembangan filsafat tidak terjadi kemacetan, dengan arti filsafat tetap berjalan dengan baik, karena Syiah tidak menganut aliran teologi asy’ari, tetapi menganut aliran teologi mu’tazilah yang memberi ruang gerak bebas kepada akal.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

              Al Ghazali mengelompokkan filsuf menjadi tiga golongan :
a.       Filosof Materealis (Dahriyyun).
b.      Filosof Naturalis (Thabi’iyun)
c.       Filosof ketuhanan (ilahiyyun)..
Menurut al Ghazali filsafat Aristoteles yang disebarluaskan oleh al Farabi dan ibn Sina terbagi menjadi 3 bagian :
1.      Filsafatnya yang tidak perlu disangkal, dalam arti dapat diterima.
2.      Filsafatnya yang harus dipandang bid’ah (heteredoksi)
3.      Filsafatnya yang harus dipandang kafir.
            Kritikan Al Ghazali erat hubungannya dengan pemahamannya sebagai tokoh Al-Asy’ariyah. Secara pasti tidak mungkin menerima paham emanasi ini yang berdasar pemikiran rasional terhadap paham keagamaan, sedangkan ia sendiri bertolak dari kekuasaan kehendak mutlak Allah.


4.       

DAFTAR PUSTAKA

Qarrdhawi, y. (1997). Al-Imam Al-Ghazali Bina Madihihi Wa Naqidihi, Ter. Hasan Abrori, Al-Ghazali antara Pro kontra. Surabaya: Risalah Gust.
Zar, S. (2004). Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.




[1] Yusuf Qardhawi, Al-Imam Al-Ghazali Bina Madihihi Wa Naqidihi, Ter. Hasan Abrori, Al-Ghazali antara Pro kontra, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), hlm. 17

[2] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm  174

Comments

  1. BetMGM Casino NJ - Dr. MJCAD
    BetMGM Casino 대전광역 출장샵 NJ. We offer 화성 출장마사지 our first real-money deposit match bonus up to $1000! 고양 출장안마 Use this bonus code 의왕 출장안마 to get 천안 출장마사지 a deposit bonus when playing

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts